Kamis, 29 Desember 2011

PERENCANAAN STRATEGIS (STRATEGIC PLANNING)

                                                   PENGAMBILAN KEPUTUSAN
BAB I

PENDAHULUAN
   

     Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis dapat digunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats), PEST (Political, Economic, Social, Technological), atau STEER (Socio-cultural, Technological, Economic, Ecological, Regulatory). Perencanaan Strategis ( Strategic Planning ) adalah sebuah alat manajemen yang digunakan untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi di masa depan, sehingga rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan ( Kerzner , 2001 ) Untuk mencapai sebuah strategy yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai keunggulan kompetitif, maka para pimpinan perusahaan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebuah sistem yang ada pada proses perencanaan strategis / strategic planning ( Brown , 2005 ). Kemampuan manufaktur, harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul dalam sebuah perencanaan stategi ( Skinner, 1969 ).Untuk mencapai sebuah strategy yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai keunggulan kompetitif, maka para pimpinan perusahaan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebuah sistem yang ada pada proses perencanaan strategis Brown , 2005 ). Kemampuan manufaktur, harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul dalam sebuah perencanaan stategi ( Skinner, 1969 ).
Perencanaan strategis secara eksplisit berhubungan dengan manajemen perubahan, hal ini telah menjadi hasil penelitian beberapa ahli (e.g., Ansoff, 1965; Anthony,1965; Lorange, 1980; Steiner, 1979). Lorange (1980), menuliskan, bahwa strategic planning adalah kegiatan yang mencakup serangkaian proses dari inovasi dan merubah perusahaan, sehingga apabila strategic planning tidak mendukung inovasi dan perubahan, maka itu adalah kegagalan

A. Latar Belakang
Tumbuh serta berkembangnya suatu organisasi hingga meraih keberhasilan atau kegagalan merupakan fungsi dari keputusan para manager sebagai para pembuat keputusan (decision makers). Keputusan yang dibuat para decision makers dapat memiliki resiko serta ketidakpastian yang tinggi tanpa adanya jaminan keberhasilan keputusan yang dibuat, dalam kenyataan terkadang proses membuat keputusan (decision making) merupakan sebuah proses trial and error. Banyak organisasi yang membuat keputusan yang salah, sebagai contoh adalah keputusan Microsoft untuk segera me-release sistem operasi terbarunya windows vista untuk menggantikan sistem operasi windows xp, keputusan Microsoft untuk segera mengeluarkan sistem operasi ini tidak didukung dengan fleksibilitas sistem operasi tersebut dalam menunjang perangkat-perangkat multimedia yang bersifat plug and play, sehingga banyak perangkat tersebut yang tidak dapat berfungsi seperti seharusnya. Akibatnya, sales dari vista operating system menjadi nilai merah bagi Microsoft meskipun. Microsoft telah mencoba mensiasatinya dengan cara memberikan bundle sistem operasi tersebut kedalam laptop atau personal computer (PC). Berbeda dengan kasus Microsoft banyak juga manajer membuat keputusan yang efektif sehingga membawa keberhasilan bagi organisasi, sebagai contoh adalah keputusan Meg Whitman untuk mendirikan sebuah trading company yang berbasis internet, sehingga lahirlah eBay.

      Ada banyak pendekatan mengenai bagaimana pengambilan keputusan dilakukan dalam suatu organisasi oleh para manajer sebagai decision makers, yang dapat dibedakan menjadi dua berdasarkan prosesnya, yakni pembuatan keputusan individu yang meliputi Rational Approach dan Bounded Rationality serta proses pembuatan keputusan organisasi yang terdiri dari PerspectiveManagement science approach, Carniege model, Incremental decision proses model, Garbage can model.

B. Studi  Kasus
Penahanan yang dilakukan Polri terhadap dua Pimpinan KPK (komisi pemberantasan korupsi) non-aktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah terkait dugaan penyalahgunaan wewenang kekuasan menimbulkan gemuruh politik yang sangat keras. Berbagai lapisan masyarakat Indonesia baik masyarakat umum, mahasiswa, politikus dan tokoh masyarakat secara bertubu-tubi mengungkapkan kekecewaannya pada kepolisian, kejaksaan, bahkan pemerintah.
Permasalahan ini bila dicermati tampaknya bukan sekedar adanya kasus seorang Bibit atau Chandra. Bagi sebagian aparat hukum dan praktisi hukum mungkin saja kasus ini adalah hal biasa. Tetapi karena akumulasi berbagai ketidakpercayaan publik kepada aparat penegak hukum dan penegak keadilan di negeri ini, kasus ini menjadi luar biasa. Ketidakpercayaan yang berlarut-larut yang tidak terselesaikan inilah yang mengakibatkan kecurigaan berlebihan dari berbagai kalangan dalam menyikapi kasus ini. Apalagi dari hasil sadapan telepon oleh KPK menginterpretasikan bagaimana Anggodo sang cukong besar dengan mudahnya mengatur skenario penangkapan Bibit Chandra. Dari sinilah mulai muncul kecurigaan skenario kriminalisasi KPK. Akhirnya saat ini angin sedang berhembus di belakang KPK untuk melawan ancaman pemidanaan oleh polisi.
Bahkan presiden sebagai decision makers dengan manajemen krisisnya mencoba memberikan terobosan hukum dan politik dengan membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) yang disebut tim delapan. Tindakan ini adalah pilihan terakhir presiden untuk menyikapi mistrust dan distrust yang sedang terjadi dalam masyarakat terhadap aparat penegak hukum di Indonesia. Tetapi tindakan inipun juga tidak sanggup meredam kegelisahan publik.

C. Tujuan
Tulisan ini dibuat sebagai pendalaman materi kuliah Teori Organisasi dan Manajemen Pengetahuan untuk mengetahui bagaimana proses pengambilan suatu keputusan oleh decision makers dalam dunia nyata.

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Definisi
Proses pembuatan keputusan dalam organisasi dapat didefinisikan sebagai proses mengidentifikasi serta menyelesaikan masalah. Proses ini terdiri dari dua tahapan, yaitu:
Tahap Identifikasi Masalah
Pada tahap ini informasi mengenai kondisi lingkungan serta organisasi di monitor untuk menentukan apakah kinerja organisasi memuaskan atau tidak, pada tahap ini juga dilakukan diagnosa penyebab terjadinya kekurangan pada organisasi, jika terjadi kemunduran kinerja.
Tahap Penyelesaian Masalah
Adalah tahap dimana terjadi pertimbangan terhadap setiap alternatif keputusan, pada tahap ini satu alternatif akan dipilih sebagai alternatif yang akan dilaksanakan untuk menyelesaikan masalah yang dialami organisasi.
Berdasarkan kompleksitasnya keputusan organisasi dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni:

Keputusan Terprogram
Merupakan keputusan yang berulang dan telah ditentukan sebelumnya, dalam keputusan terprogram prosedur dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang dialami organisasi. Keputusan terprogram memiliki struktur yang baik karena pada umumnya kriteria bagaimana suatu kinerja diukur sudah jelas, informasi mengenai kinerja saat ini tersedia dengan baik, terdapat banyak alternatif keputusan, dan tingkat kepastian relatif yang tinggi. Tingkat kepastian relatif adalah perbandingan tingkat keberberhasilan antara 2 alternatif atau lebih. Contoh keputusan terprogram adalah, aturan umum penetapan harga pada industri rumah makan dimana makanan akan diberi harga hingga 3 kali lipat dari direct cost.

Keputusan Tidak Terprogram
Keputusan ini belum ditetapkan sebelumnya dan pada keputusan tidak terprogram tidak ada prosedur baku yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Keputusan ini dilakukan ketika organisasi menemui masalah yang belum pernah mereka alami sebelumnya, sehingga organisasi tidak dapat memutuskan bagaimana merespon permasalahan tersebut, sehingga terdapat ketidakpastian apakah solusi yang diputuskan dapat menyelesaikan permasalahan atau tidak, akibatnya keputusan tidak terprogram menghasilkan lebih sedikit alternatif keputusan dibandingkan dengan keputusan terprogram selain itu tingginya kompleksitas dan ketidakpastian keputusan tidak terprogram pada umumnya melibatkan perencanaan strategik.

B. Proses Pengambilan Keputusan Individu (Individual Decision Making)
Proses pembuatan keputusan individu yang dihasilkan oleh manager dapat dibedakan menjadi dua macam, pertama rational approach pendekatan ini menuntut manajer untuk membuat keputusan dan kedua adalah bounded rationality perspective yang menjelaskan bagaimana keputusan dibuat dibawah keterbatasan waktu dan sumber daya.

A. Rational Approach
Merupakan sebuah pendekatan rasional yang menekankan analisis permasalahan secara sistematis yang diikuti dengan pemilihan alternatif serta implementasi keputusan tersebut  proses pembuatan keputusan secara individu. Pendekatan ini merupakan model ideal bagaimana keputusan dibuat dan pada praktiknya pendekatan ini tidak sepenuhnya dapat dicapai dalam dunia nyata. Menurut model ini keputusan dibuat melalui 8 tahap, antara lain:
1) Monitor the decision environment
Pada tahap ini, manajer memonitor informasi yang mengindikasikan terjadinya penyimpangan baik itu informasi yang bersifat internal maupun eksternal.
2) Define the decision problem
Pada tahap ini dilakukan identifikasi detail dari permasalahan yang terjadi.
3) Specify decision objectives
Pada tahap ini manajer menentukan apa yang ingin dicapai oleh keputusan yang akan dibuat.
4) Diagnose the problem
Di tahap ini manajer  menelusuri lebih lanjut serta menganalisa apa yang menjadi sumber permasalahan.
5) Develop alternative solutions
Manajer mengemukakan tidak hanya satu alternatif keputusan dalam menangani masalah.
6) Evaluate alternatives
Pada tahap ini teknik-teknik statistik atau pengalaman pribadi dapat digunakan untuk mencari alternatif keputusan dengan tingkat keberhasilan tertinggi.
7) Choose the best alternative
Pada tahap ini kemampuan seorang manajer diuji untuk memutuskan alternatif keputusan mana yang harus dipilih, sehingga ditahap ini akan dihasilkan alternatif keputusan tunggal sebagai solusi dari permasalahan yang terjadi.
8) Implement the chosen alternative
Pada tahap ini manager mulai menggunakan kemampuan persuasif dan administratif manjerial yang dimilikinya. Manajer juga dituntut untuk memberikan arahan guna menjamin keputusan yang diambil dilaksanakan dengan baik.

B. Bounded Rationality Perspective
Pendekatan proses pengambilan keputusan secara rasional sangat sulit dilakukan karena pada kenyataannya manajer dalam dunia nyata dituntut untuk melakukan pengambilan keputusan yang cepat, sehingga dalam pengambilan keputusan manajer akan terbatasi oleh waktu, faktor internal dan eksternal serta sifat alamiah suatu permasalahan yang tidak memungkinkan untuk dilakukannya suatu analisa menyeluruh terhadap permasalahan tersebut. Hal ini menjadikan pengambilan keputusan secara rasional menjadi terbatasi (bounded rationality perspective). Pengambilan keputusan menggunakan pendekatan ini umumnya lebih menekankan pada aspek intuisi, pengalaman dan penilaian (judgement) dibandingkan dengan langkah-langkah logis. Intuisi tidak selalu bersifat irasional, karena intuisi didasarkan atas pengalaman bertahun-tahun dari seorang manajer terhadap pekerjaannya yang telah tersimpan di alam bawah sadarnya. Intuisi akan menghasilkan keberanian serta firasat mengenai alternatif keputusan mana yang diperkirakan dapat memecahkan permasalahan, sehingga intuisi akan mempersingkat waktu dalam pengambilan keputusan.

C. Proses Pengambilan Keputusan Organisasi
Pada level organisasi keputusan yang dibuat umumnya tidak berasal dari satu manajer tapi merupakan kombinasi keputusan yang melibatkan seluruh manajer pada suatu organisasi. Berdasarkan penelitian terdapat 4 macam proses pengambilan keputusan pada level organisasi, yaitu: PerspectiveManagement science approach, Carniege model, Incremental decision proses model, Garbage can model.

A. Management Science Approach
Pendekatan manajemen pengetahuan dapat didefinisikan sebagai pendekatan rasional pengambilan keputusan pada level organisasi. Pendekatan ini merupakan alat yang baik dalam proses pengambilan keputusan organisasi, terutama jika permasalahan yang terjadi dapat dianalisa serta variabel permasalahan dapat di identifikasi serta terukur. Kelemahan model ini adalah tidak banyak permasalahan dengan data kuantitatif yang memadai dan proses penyampaian tacit knowledge (pengetahuan yang dimiliki setiap manajer) umumnya sukar dilakukan. Keputusan yang dihasilkan menggunakan pendekatan ini dapat berupa kesimpulan kualitatif, kuantitatif atau kombinasi keduanya.

B. Carnegie Model
Model ini dapat digambarkan sebagai model bounded rationality perspective pada level organisasi. Model ini menjelaskan pengambilan keputusan melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
1)        Adanya ketidakpastian karena terbatasnya informasi yang dapat diperoleh manajer serta konflik kepentingan yang terjadi karena setiap manajer memiliki tujuan, opini, nilai, serta pengalaman yang berbeda-beda akan mendorong terjadinya koalisi antar manajer.
2)        Koalisi akan dibutuhkan selama proses pengambilan keputusan karena:
a)         Ambiguitas tujuan organisasi dan inkonsistensi tujuan dari departemen operasi.
b)        Manajer tidak memiliki waktu, sumber daya serta kapasitas mental untuk mengidentifikasi setiap dimensi serta memproses seluruh informasi yang relevan dengan keputusan yang akan dibuat.
Terbentuknya koalisi antar manajer memungkin kan terjadinya diskusi, interpretasi tujuan serta permasalahan, tukar pendapat, menentukan prioritas masalah, serta dukungan secara sosial terhadap permasalahan beserta solusinya.
3)        Koalisi akan mempermudah pencarian solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada.
4)        Solusi yang ada akan menghasilkan keputusan yang akan memberikan solusi memuaskan (satisficing) dan bukan solusi optimal bagi organisasi. Hal ini terjadi karena adanya problemistic search, yaitu kondisi dimana manajer terpaku pada lingkungan koalisi yang terbentuk sehingga mereka hanya mengharapkan solusi yang secepatnya dapat memecahkan masalah tanpa mempertimbangkan optimalisasi organisasi.
Kelemahan model Carnegie antara lain, terkadang sulit untuk membangun koalisi yang solid, diskusi dalam tubuh koalisi biasanya memerlukan waktu lama untuk mencapai suatu kesepakatan dan keputusan yang dihasilkan biasanya hanya memberikan solusi satisficing, selain itu model ini juga menekankan pentingnya persetujuan politik (political bargaining) sehingga model Carnegie cocok digunakan dalam mengidentifikasi masalah yang terjadi di organisasi.

C. Incremental Decision Process Model
Model ini pengambilan keputusan ini menyerupai dengan model pengambilan keputusan secara Carnegie, yang menekankan lebih detail pada tahapan mulai dari identifikasi masalah hingga solusinya, namun kurang menekankan pada faktor sosial dan politik. Tahapan pengambilan keputusan dapat dijabarkan melalui 3 fase, yaitu:
1) Identification Phase
Fase identifikasi ini diawali dengan rekognisi, yaitu suatu keadaan dimana para manajer menjadi sadar akan adanya masalah dan perlunya mengambil suatu keputusan. Rekognisi pada umumnya distimulasi oleh adanya masalah yang tercermin dari perubahan lingkungan eksternal organisasi sehingga terjadi penurunan kinerja. Kemudian, setelah rekognisi manajer akan melalui langkah selanjutnya, yakni diagnosis dimana terjadi pengumpulan informasi yang dibutuhkan untuk menjelaskan masalah yang terjadi.
2) Development Phase
Pada fase ini terbentuk beberapa solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang sebelumnya telah teridentifikasi. Solusi ini terbentuk melalui dua cara, antara lain:
a) Search
Pada cara ini dapat digunakan prosedur dalam mencari alternatif keputusan.
b) Design
Setelah itu dilakukan pemilihan desain solusi yang diinginkan melalui proses trial-and-error.
3) Selection Phase
Fase dimana terjadi pemilihan solusi. Pemilihan solusi ini dilakukan melalui 3 cara, pertama penilaian (judgement) dimana para pembuat keputusan melakukan penilaian terhadap alternatif-alternatif solusi yang ada. Kedua, perundingan (bargaining), perundingan akan terjadi jika pemilihan solusi melibatkan lebih dari satu pembuat keputusan, diskusi dan perundingan ini akan berjalan hingga terbentuk sebuah koalisi seperti yang dijelaskan pada model Carnegie diatas. Ketiga, pemberian wewenang (authorization) pada tahap ini keputusan akan disebarluaskan kepada setiap hirarki organisasi hingga level terbawah dari hirarki.
d. Garbage Can Model
Model ini merupakan hasil evolusi dari Carnegie Model dan Incremental Decision Process Model. Perbedaannya adalah, jika Carnegie dan Incremental Decision Process Model memberikan informasi mengenai bagaimana keputusan tunggal terbentuk, maka Garbage Can Model menggambarkan bagaimana alur setiap keputusan dibuat dalam organisasi secara keseluruhan. Beberapa karakteristik mengenai model ini adalah:
1) Organized anarchy
Yaitu suatu keadaan dimana terjadi tingkat ketidakpastian yang sangat tinggi, sehingga terjadi anarki organisasi dimana terjadi penyimpangan otoritas vertikal dari hirarki serta keputusan birokratik. Anarki organisasi ditandai dengan adanya perubahan yang cepat dan kolektif terhadap lingkungan birokrasi.
2) Streams of events
Karakteristik lain dari Garbage Can Model adalah proses pengambilan keputusan yang tidak berurutan dimana seharusnya pengambilan keputusan seharusnya diawali dengan adanya suatu masalah dan berakhir dengan ditemukannya solusi. Pengambilan keputusan yang terjadi pada model ini mengikuti aliran sebagai berikut:
a)    Problems
Masalah muncul saat terjadi ketidakpuasan terhadap kinerja.
b)   Potential solution
Merupakan gagasan yang dikemukakan seorang karyawan yang tidak selalu menduduki jabatan seorang manajer.
c)    Participants
Partisipan merupakan karyawan organisasi.
d)   Choice of opportunities
Merupakan saat dimana organisasi memiliki peluang dan harus membuat keputusan.
3) Consequnces
Gargbage can model memiliki 4 macam konsekuensi, antara lain:
a)    Solusi dapat saja terbentuk meskipun organisasi tidak sedang mengalami masalah.
b)   Pilihan dapat ditentukan meskipun terkadang tidak memecahkan permasalahan.
c)    Permasalahan dapat berlarut-larut, karena partisipan terbiasa dengan masalah yang terjadi dan menyerah untuk menyelesaikannya.
d)   Tidak semua masalah dapat terpecahkan.
Garbage can model cocok untuk digunakan pada pengambilan keputusan pada keadaaan problematik dengan informasi mengenai permasalahan yang sangat minim.

BAB III

PEMBAHASAN

Penahanan yang dilakukan Polri terhadap dua Pimpinan KPK non-aktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah terkait dugaan penyalahgunaan wewenang kekuasan merupakan permasalahan yang harus segera diselesaikan secepatnya, karena kasus kriminalisasi KPK ini melibatkan Polri dan Kejaksaan sebagai dua organisasi penegakan hukum di Indonesia yang apabila dibiarkan berlarut-larut akan menimbulkan kecurigaan berlebihan dari berbagai kalangan yang pada akhirnya akan menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
Pada saat-saat seperti ini maka tugas seorang pemimpin, yakni Presiden Republik Indonesia (RI) untuk dapat menggunakan kewenangannya didalam pengambilan keputusan guna menyelesaikan polemik kriminalisasi KPK ini. Apabila dicermati lebih lanjut maka terdapat analogi antara Presiden RI dengan top-level manajer dari perusahaan, dimana baik itu Presiden RI dan top-level manajer suatu perusahaan merupakan seorang decision makers yang dituntut untuk melakukan pengambilan keputusan dalam  menyelesaikan permasalahan yang menimpa organisasi. Perbedaaan yang paling mendasar diantara keduanya hanyalah pada skala organisasi yang dipimpin, dimana Presiden memimpin organisasi pada level country atau state level sementara top-level-managers memimpin organisasi pada coorporate level. Sementara, alur pengambilan keputusan baik itu Presiden maupun top-level-managers akan mengikuti alur yang sama seperti yang dikemukakan pada landasan teori diatas, berikut merupakan alur yang paling mungkin dapat terjadi dalam pengambilan keputusan Presiden dalam menangani persoalan kriminalisasi KPK tersebut.
1.    Tingginya kompleksitas dan ketidakpastian keputusan, menyebabkan terbentuknya keputusan tidak terprogram, dimana keputusan belum ditetapkan sebelumnya dan tidak ada prosedur baku yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan. Organisasi, dalam hal ini negara Republik Indonesia menemui masalah yang belum pernah mereka alami sebelumnya, yakni kriminalisasi KPK. Sehingga organisasi tidak dapat memutuskan bagaimana merespon permasalahan tersebut, akibatnya terdapat ketidakpastian apakah solusi yang diputuskan dapat menyelesaikan permasalahan atau tidak, yang pada akhirnya keputusan tidak terprogram menghasilkan lebih sedikit alternatif keputusan dibandingkan dengan keputusan terprogram.
2.    Pengambilan keputusan individu menggunakan pendekatan rasionalitas yang menekankan langkah-langkah sistematis dan ilmiah dalam pengambilan keputusan (rational approach) tidak dimungkinkan untuk dilakukan dalam menyikapi permasalahan kriminalisasi KPK, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan waktu, faktor politik, tekanan masyarakat terhadap kejelasan perkara, dan keterbatasan-keterbatasan lain. Hal ini menjadikan rasionalitas menjadi terkekang dan tidak memungkinkan bagi Presiden untuk membuat keputusan individu berdasarkan rationality approach, sehingga model bounded rationality perspective menjadi alternatif bagi alur pengambilan keputusan. Sehingga pengambilan keputusan menggunakan pendekatan atau model ini lebih menekankan pada aspek intuisi, pengalaman dan penilaian (judgement) dibandingkan dengan langkah-langkah logis dan mempersingkat waktu dalam pengambilan keputusan.
3.    Alur selanjutnya adalah pengambilan keputusan organisasi, pada level organisasi keputusan yang dibuat umumnya tidak berasal dari decision makers tapi merupakan kombinasi keputusan yang melibatkan banyak decision makers. Perkara kriminalisasi KPK memiliki karakteristik masalah sebagai berikut:
1.    Menuntut solusi yang cepat
2.    Sarat dengan muatan politik
3.    Tekanan publik yang tinggi
4.    Keterbatasan informasi terhadap permasalahan
Berdasarkan karakteristik tersebut maka pengambilan keputusan organisasi yang lebih cocok akan mengikuti Carnegie model atau Garbage can model, model Carnegie merupakan model bounded rationality perspective pada level organisasi yang menekankan pada faktor sosial dan politik, model Carnegie akan memberikan solusi tunggal terhadap permasalahan. Sementara, Garbage can model akan memberikan gambaran bagaimana alur setiap keputusan dibuat dalam organisasi secara keseluruhan dan memberikan solusi majemuk.
1.    Tim delapan yang merupakan tim pencari fakta (TPF) pada perkara kriminilisasi KPK, menggambarkan bagaimana alur pengambilan keputusan dibuat berdasarkan Carnegie model. Tim delapan, merupakan koalisi dengan komposisi yang terdiri dari sebagian besar pakar hukum yang bertugas mengumpulkan informasi seputar permasalahan yang ada serta memberi rekomendasi solusi yang diperkirakan dapat mengatasi permasalahan kepada Presiden. Terbentuknya koalisi antar pakar hukum ini memungkinkan terjadinya diskusi, interpretasi tujuan serta permasalahan, tukar pendapat, menentukan prioritas masalah, serta dukungan secara sosial terhadap permasalahan beserta solusinya, sehingga terbentuknya koalisi akan mempermudah pencarian solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada.
2.    Setelah TPF memberikan rekomendasi, maka alur keputusan akan kembali lagi kepada Presiden baik itu sebagai seorang individu maupun pemimpin organisasi. Keputusan akhir dari Presiden mengenai permasalahan tersebut akan menunjukkan kapabilitas dari seorang pemimpin dalam pengambilan keputusan untuk mengatasi perkara kriminalisasi KPK yang telah menjadi burning issue bagi penegakan hukum di Indonesia. Alur pengambilan keputusan ini pada umumnya akan berlangsung cepat, namun faktor internal dan eksternal yang sarat muatan politik akan menjadi hambatan yang signifikan dalam pengambilan keputusan.

BAB IV

KESIMPULAN
.
     Ada beberapa pendekatan dan model untuk seorang pemimpin melakukan pengambilan keputusan, masing-masing model memiliki kelebihan serta kelemahannya sendiri-sendiri.
a. Rational Approach
Memiliki kelebihan, permasalahan dianalisa secara sistematis dan ilmiah, sehingga keputusan yang dihasilkan menekankan aspek rasionalitas. Kelemahannya, pendekatan ini tidak mungkin dilakukan dalam dunia nyata dengan segala kendala dan keterbatasan yang ada.
b. Bounded Rationality Perspective
Pendekatan ini merupakan pendekatan rasional dengan memperhitungkan segala keterbatasan yang ada, pendekatan ini lebih menekankan pada aspek intuisi, pengalaman dan penilaian (judgement) dibandingkan dengan langkah-langkah logis sehingga terjadi efisiensi waktu dalam pengambilan keputusan. Kelemahannya, model ini membutuhkan seseorang yang intuitif dengan pengalaman yang tinggi, selain itu model ini menghasilkan ketidakpastian yang besar.
c. Management Science Approach
Kesimpulan yang dihasilkan dengan pendekatan ini menghasilkan keputusan dengan tingkat keberhasilan yang relatif tinggi, kelemahan model ini adalah dibutuhkannya data kuantitatif, dan sulitnya menciptakan explicit knowledge dari tacit knowledge.
d. Carnegie Model
Model ini cocok untuk melakukan identifikasi masalah, kelemahannya sulit untuk membangun koalisi, menekankan pentingnya persetujuan politik (political bargaining) sehingga pencapaian kesepakatan umumnya memerlukan waktu yang lama.
e. Incremental Decision Process Model
Menekankan detail pada tahapan identifikasi masalah hingga solusi permasalahan, namun kurang menekankan pada faktor sosial dan politik.
f. Garbage Can Model
Model yang baik untuk pengambilan keputusan pada keadaaan problematik dengan informasi mengenai permasalahan yang sangat minim. Kelemahannya, alternatif keputusan sangat banyak sehingga sulit untuk menentukan mana keputusan yang terbaik.

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1.    Daft, Richard. L. “Organization Theory and Design 8th ed, Vanderbilt University, Thomson South-Western 2004.”Hitt, Hoskisson, Ireland. “Management of Strategy Concepts and Cases, Thomson South-Western 2007.”
2.    Millmore, Lewis, Saunders, Thornhill, Morrow. “Strategic Human Resource Management Contemporary Issues, British, Prentice Hall 2007”
3.    Djalal, Dino. P. “Harus Bisa, Seni Kepemimpinan ala SBY.” R&W
4.    http://cetak.kompas.com/
SUMBER: http://icecube.blogstudent.mb.ipb.ac.id/2010/07/13/pengambilan-keputusan/

2 komentar: